![]() |
Prinsip Cholismo: Strategi Permainan Sepak Bola Efektif Ala Diego Simeone |
Diego
Simeone, semua kemungkinan besar telah mengenal sosok pelatih yang sukses di
Atletico Madrid tersebut. Diego Simeone pelatih berkebangsaan Argentina tak
terasa sudah sekitar enam tahun melatih Atletico Madrid setelah sebelumnya
malang melintang melatih klub di berbagai negara. Sebagian besar klub yang
pernah dilatih Simeone memang klub yang berada di negara asalnya Argentina.
Secara
keseluruhan Diego Simeone telah melatih menjadi pelatih selama lebih dari 12
tahun. Racing Club sebuah klub medioker di Argentina adalah klub pertama yang
menjadi ajang uji kemampuan Simeone dalam melatih. Sejak pertama kali melatih
Racing hingga saat ini, Simeone telah memimpin dan menjalani lebih dari 500
pertandingan sebagai pelatih. Dimana periode terlama sejauh ini dijalaninya
kala melatih Atletico Madrid.
Sebagai
pelatih, Diego Simeone memiliki sebuah prinsip yang dikenal sebagai Prinsip
Cholismo, sebuah prinsip atau strategi permainan sepak bola efektif ala Diego
Simeone. Prinsip Cholismo tersebut selalu dibawa dan ditularkannya kepada
setiap klub yang dilatihnya termasuk ke Atletico Madrid. Hingga saat ini,
Prinsip Cholismo mampu membawa kesuksesan luar dan dalam lapangan, serta mampu
menjadi karakter dan identitas Atletico Madrid.
Pertanyaannya,
apakah Prinsip Cholismo tersebut ? Tulisan kali ini akan mencoba mengulas
Prinsip Cholismo sebuah strategi permainan sepak bola efektif ala Diego
Simeone. Sebuah prinsip permainan yang telah ditularkan oleh Simeone ke setiap
tim yang dilatihnya.
Kata
‘Cholismo’ dari Prinsip Cholismo berasal dari sebuah kata atau istilah di
Amerika Latin yaitu Cholo. Kata atau istilah ‘Cholo’ bermakna sebuah olok-olok
untuk lelaki miskin atau pengangguran kelas bawah. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu, istilah ‘Cholo’ telah mengalami pergeseran makna menjadi
lebih positif. Kini, istilah ‘Cholo’ juga bisa dimaknai sebagai kecerdasan dan
ketangguhan khas jalanan.
Istilah
‘Cholo’ mulai dikenal di dunia olahraga setelah petinju legendaris asal Panama,
Robertu Duran, mendapatkan julukan tersebut. Sosok Roberto Duran dianggap sosok
yang tepat untuk menjadi representasi positif dari ‘Cholo’, sebab dia berasal
dari perkampungan kumuh namun tetap dapat meraih kesuksesan karena etos kerja
di atas rata-rata.
Pendekatan
ala ‘Cholo’ itu pula yang digunakan oleh Diego Simeone dalam melatih.
Berdasarkan pendekatan itu pula akhirnya taktik atau strategi permainan Simeone
dikenal dengan ‘Cholismo’.
Diego Simeone memang tidak terlahir dari keluarga
miskin. Simeone yang terlahir pada 28 April 1970 di distrik Palermo, Buenos
Aires, memiliki seorang ayah yang berprofesi sebagai salesman dan seorang yang
ibu yang berprofesi sebagai penata rambut. Walaupun demikian, Simeone selalu
mendapatkan satu wejangan dari kedua orang tuanya: kerja keras. Karena selalu
diulang-ulang wejangan itu tampaknya berhasil tertanam dengan baik di benak
Simeone.
Diego Simeone tumbuh besar ketika sepak bola Argentina
sedang ada masa keemasan. Cesar Luis Menotti, pelatih timnas Argentina kala
itu, berhasil membawa Mario Kempes dkk. menjadi juara Piala Dunia yang digelar
di tanah sendiri. Delapan tahun kemudian, Argentina kembali menjadi juara dunia
dan sekaligus menjadi penanda lahirnya salah satu pesepakbola terbaik dunia
Diego Armando Maradona.
Terinspirasi oleh sukses negaranya, Simeone muda pun
bercita-cita untuk pesepakbola. Saat di sekolah, Simeone sering menceritakan
impiannya tersebut ke teman-temannya. Akan tetapi, bukannya mendapatkan
dukungan, Simeone justru sering mendapatkan cemoohan. Namun Simeone tetap
mempertahankan impiannya tersebut.
Para pemain sepak bola dari kawasan Amerika Latin
umumnya bakatnya terasah di jalanan. Hal itu disebabkan kurangnya fasilitas
atau lapangan untuk bermain sepak bola. Hal itu juga berlaku dengan Simeone
yang bakatnya terasah di jalanan sebelum akhirnya ditemukan oleh Oscar Nessi
yang saat itu merupakan pelatih tim junior Velez Sarsfield pada pertengahan
1980-an.
Menurut penuturan Oscar Nessi, Simeone dianggap punya
sesuatu yang lain sebagai pemain muda yaitu gaya bermain yang ngotot, agresif,
dan cukup liar. Hal itu membuat Nessi memberi julukan ‘Cholito’ atau ‘Cholo
Kecil’ kepada Simeone.
Pada masa itu, Velez Sarsfield juga memiliki legenda
yang menjadi representasi gaya bermain ala cholo yang ngotot dan berapi-api.
Namanya Victorio Spinetto. Spinetto merupakan salah satu sosok penting dalam
kancah sepak bola Argentina. Argentina sepanjang 1930-an sampai 1950an dikenal
filosofi sepak bola artistik nan elegan yang disebut La Nuestra. Spinetto
menjadi antitesis dari filosofi sepak bola tersebut.
Diego Simeone yang masih muda kala itu dianggap
memiliki gaya bermain yang mirip dengan Spinetto yang juga berposisi sebagai
gelandang tengah. Spinetto dikenal memiliki spirit Caudillo suatu istilah
Argentina yang dapat diterjemahkan sebagai pemimpin atau pengatur. Suatu gaya
permainan yang tak kenal kompromi, keras terhadap lawan, dan bahkan tak jarang
berkelahi.
Akan tetapi, Simeone justru menyatakan bahwa gaya
bermainnya terinspirasi oleh gelandang Brazil, Falcao, dan Lothar Matthaeus
dari Jerman. Perbedaan lain antara Simeone dan Spinetto adalah Spinetto
merupakan legenda satu klub (walaupun sempat bermain sebentar untuk klub lain),
sementara Simeone adalah pemain petualang.
Simeone dikenal sebagai pemain petualang karena
kegemarannya berpindah klub. Karir sepak bola nya dimulai di Velez Sarsfield
(1987-1990). Setelah itu, Simeone memutuskan berpetualang ke Eropa dengan
memperkuat Pisa (1990-1992). Setelah itu berturut-turut karir Simeone dijalani
di sejumlah klub Eropa sebagai berikut: Sevilla (1992-1994), Atletico Madrid
(1994-1997), Inter Milan (1997-1999), Lazio (1999-2003), dan terakhir kembali
lagi ke Atletico Madrid (2003-2005). Setelah itu, Simeone memutuskan kembali ke
negaranya asalnya memperkuat Racing Club dalam rentang 2005-2006 dan sekaligus
mengakhiri karir disana.
Simeone mulai melatih Atletico Madrid pada tahun 2011
setelah sebelumnya sempat melatih klub lain di Argentina. Kala itu, Simeone datang
ke markas Atletico Madrid menggantikan Gregorio Manzano yang dipecat setelah
kalah dari Albacete di laga Copa del Rey. Atletico Madrid sedang berada dalam
kondisi kacau balau saat itu. Posisi mereka di papan klasemen La Liga juga
tergolong rawan sebab mereka hanya terpaut 4 poin saja dari tim yang berada di
zona degradasi.
Kondisi yang sedemikian buruknya hingga membuat suporter
Atletico Madrid sudah mulai kehilangan harapan. Mark Ellington yang merupakan
wartawan sepak bola Reuters turut membuat artikel yang berisi sindiran terhadap
kondisi yang dihadapi Atletico Madrid kala itu. Artikel yang berisi sindiran
tajam tersebut berjudul “Daddy, why are we Atletico fans ?”.
Kondisi saat itu jelas menjadi tantangan yang berat
bagi Simeone yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Eropa sebagai
seorang pelatih. Terlebih lagi, kala itu Barcelona masih merajalela dengan ‘Tiki-Taka’
nya dan Real Madrid juga masih merupakan klub yang bergelimang uang.
Namun kenyataan berkata berbeda. Simeone ternyata
tidak terlalu peduli dengan semua kondisi yang ada di luar. Dia tetap fokus
pada tugasnya sebagai pelatih Atletico Madrid. Hal itu terbukti dengan
dibawanya Atletico bertengger di posisi 3 klasemen La Liga dan keberhasilan
diraihnya Piala Liga Europa setelah mengalahkan Athletic Bilbao dengan skor 3-0
di Bucharest. Semua itu diraih hanya dalam rentang waktu lima bulan sejak
Simeone mulai melatih.
Nah, selama melatih Atletico
Madrid, Simeone menularkan spirit Cholismo kepada seluruh anggota tim Atletico.
Prinsip Cholismo sebenarnya sederhana saja yaitu bertahan, bermain agresif, dan
melakukan serangan balik cepat nan efektif. Walaupun elemen dari prinsip
Cholismo cukup sederhana dan cenderung dianggap klise khususnya bagi tim kelas
dua yang tak punya pemain dengan kualitas individu yang special seperti
Atletico, prinsip tersebut mampu dijalankan dengan sempurna oleh seluruh pemain
Atletico. Tak banyak tim yang mampu mewujudkan seluruh elemen prinsip Cholismo
sebaik yang mampu dilakukan Atletico Madrid dibawah bimbingan Simeone.
Prinsip Cholismo yang Simeone
tularkan ke seluruh pemain Atletico bahkan mendapatkan pujian dari salah satu
pelatih legendaris dunia, Giovanni Trapattoni. Mr. Trap, julukan Trapattoni,
memuji dan secara terus terang menganggap bahwa Prinsip Cholismo yang Simeone
tularkan cenderung Machiavellian dan dianggapnya lebih menarik untuk ditonton
daripada ‘Tiki-Taka’ sekalipun.
Kepada AS salah satu surat kabar di
Spanyol, Mr. Trap, mengatakan, “Saya lebih suka Simeone, dan saya kira dia
tidak akan tersinggung jika saya mengatakan bahwa karakternya mirip dengan
saya. Tim saya memiliki filosofi yang sama. Saya tak akan menyebutkan nama. Tapi
ada beberapa tim yang memainkan bola dari kaki ke kaki selama setengah jam
tanpa pernah sekalipun menendang bola ke gawang, itu membuatku tertidur !”. Mr.
Trap juga menambahkan, “Saya jelas memilih gaya Simeone ribuan kali. Dengan
intensitas permainan yang disuguhkan, ia selalu menyajikan tontonan yang
mendebarkan. Menyebut timnya bermain buruk adalah kebohongan besar.”
Melawan tim kuat, Atletico tidak
akan berusaha mengejar penguasaan bola dan lebih berkonsentrasi untuk menjaga
ruang. Mereka juga akan berusaha untuk secepat mungkin merebut bola. Ketika
bola berhasil direbut, secara kompak mereka akan segera merangsek ke arah
gawang lawan dan berusaha maksimal untuk mencetak gol. Kunci utama dari taktik
yang Simeone terapkan berdasarkan Prinsip Cholismo adalah kekompakan. Khususnya
kekompakan dalam bertahan. Simeone selalu memberikan instruksi agar setiap
pemain dalam timnya tidak bertahan terlalu dalam dan berusaha secara agresif
dan secepat mungkin merebut bola.
Untuk mendukung taktik yang
diterapkannya berdasarkan Prinsip Cholismo, Simeone kerap menggunakan skema
permainan 4-4-2 narrow. Dengan taktik itu, setiap pemain yang ada diwajibkan
untuk melapis rekannya, baik dalam bertahan maupun menyerang. Dengan skema itu
pula, setiap pemain diharapkan mampu menutup ruang gerak pemain lawan dengan
sangat baik.
Dengan menggunakan dasar Prinsip
Cholismo strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone, selama
memimpin Atletico Madrid, Simeone telah mampu menyumbangkan sejumlah gelar
bergengsi diantaranya 1 gelar La Liga, 1 Copa del Rey, 1 Piala Super Copa, 3
gelar Liga Europa, 1 Piala Super Eropa. Selain itu, Simeone juga sempat dua
kali membawa Atletico ke laga puncak Liga Champions Eropa. Namun sayangnya pada
kedua laga tersebut Atletic Madrid selalu dikalahkan oleh lawan yang sama yaitu
rival sekotanya Real Madrid.
Nah itulah ulasan seputar Prinsip
Cholismo strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone. Berkat
Prinsip Cholismo pula Simeone menjadi pelatih yang cukup disegani di Eropa dan
bahkan sempat diperebutkan oleh beberapa klub. Namun sampai sejauh ini Simeone
tetap bertahan dan setia bersama Atletico Madrid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar