Selasa, 25 Desember 2018

Prinsip Cholismo: Strategi Permainan Sepak Bola Efektif Ala Diego Simeone

Prinsip Cholismo: Strategi Permainan Sepak Bola Efektif Ala Diego Simeone
Prinsip Cholismo: Strategi Permainan Sepak Bola Efektif Ala Diego Simeone

Diego Simeone, semua kemungkinan besar telah mengenal sosok pelatih yang sukses di Atletico Madrid tersebut. Diego Simeone pelatih berkebangsaan Argentina tak terasa sudah sekitar enam tahun melatih Atletico Madrid setelah sebelumnya malang melintang melatih klub di berbagai negara. Sebagian besar klub yang pernah dilatih Simeone memang klub yang berada di negara asalnya Argentina.
Secara keseluruhan Diego Simeone telah melatih menjadi pelatih selama lebih dari 12 tahun. Racing Club sebuah klub medioker di Argentina adalah klub pertama yang menjadi ajang uji kemampuan Simeone dalam melatih. Sejak pertama kali melatih Racing hingga saat ini, Simeone telah memimpin dan menjalani lebih dari 500 pertandingan sebagai pelatih. Dimana periode terlama sejauh ini dijalaninya kala melatih Atletico Madrid.
Sebagai pelatih, Diego Simeone memiliki sebuah prinsip yang dikenal sebagai Prinsip Cholismo, sebuah prinsip atau strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone. Prinsip Cholismo tersebut selalu dibawa dan ditularkannya kepada setiap klub yang dilatihnya termasuk ke Atletico Madrid. Hingga saat ini, Prinsip Cholismo mampu membawa kesuksesan luar dan dalam lapangan, serta mampu menjadi karakter dan identitas Atletico Madrid.
Pertanyaannya, apakah Prinsip Cholismo tersebut ? Tulisan kali ini akan mencoba mengulas Prinsip Cholismo sebuah strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone. Sebuah prinsip permainan yang telah ditularkan oleh Simeone ke setiap tim yang dilatihnya.
Kata ‘Cholismo’ dari Prinsip Cholismo berasal dari sebuah kata atau istilah di Amerika Latin yaitu Cholo. Kata atau istilah ‘Cholo’ bermakna sebuah olok-olok untuk lelaki miskin atau pengangguran kelas bawah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, istilah ‘Cholo’ telah mengalami pergeseran makna menjadi lebih positif. Kini, istilah ‘Cholo’ juga bisa dimaknai sebagai kecerdasan dan ketangguhan khas jalanan.

Istilah ‘Cholo’ mulai dikenal di dunia olahraga setelah petinju legendaris asal Panama, Robertu Duran, mendapatkan julukan tersebut. Sosok Roberto Duran dianggap sosok yang tepat untuk menjadi representasi positif dari ‘Cholo’, sebab dia berasal dari perkampungan kumuh namun tetap dapat meraih kesuksesan karena etos kerja di atas rata-rata.
Pendekatan ala ‘Cholo’ itu pula yang digunakan oleh Diego Simeone dalam melatih. Berdasarkan pendekatan itu pula akhirnya taktik atau strategi permainan Simeone dikenal dengan ‘Cholismo’.
Diego Simeone memang tidak terlahir dari keluarga miskin. Simeone yang terlahir pada 28 April 1970 di distrik Palermo, Buenos Aires, memiliki seorang ayah yang berprofesi sebagai salesman dan seorang yang ibu yang berprofesi sebagai penata rambut. Walaupun demikian, Simeone selalu mendapatkan satu wejangan dari kedua orang tuanya: kerja keras. Karena selalu diulang-ulang wejangan itu tampaknya berhasil tertanam dengan baik di benak Simeone.
Diego Simeone tumbuh besar ketika sepak bola Argentina sedang ada masa keemasan. Cesar Luis Menotti, pelatih timnas Argentina kala itu, berhasil membawa Mario Kempes dkk. menjadi juara Piala Dunia yang digelar di tanah sendiri. Delapan tahun kemudian, Argentina kembali menjadi juara dunia dan sekaligus menjadi penanda lahirnya salah satu pesepakbola terbaik dunia Diego Armando Maradona.
Terinspirasi oleh sukses negaranya, Simeone muda pun bercita-cita untuk pesepakbola. Saat di sekolah, Simeone sering menceritakan impiannya tersebut ke teman-temannya. Akan tetapi, bukannya mendapatkan dukungan, Simeone justru sering mendapatkan cemoohan. Namun Simeone tetap mempertahankan impiannya tersebut.
Para pemain sepak bola dari kawasan Amerika Latin umumnya bakatnya terasah di jalanan. Hal itu disebabkan kurangnya fasilitas atau lapangan untuk bermain sepak bola. Hal itu juga berlaku dengan Simeone yang bakatnya terasah di jalanan sebelum akhirnya ditemukan oleh Oscar Nessi yang saat itu merupakan pelatih tim junior Velez Sarsfield pada pertengahan 1980-an.
Menurut penuturan Oscar Nessi, Simeone dianggap punya sesuatu yang lain sebagai pemain muda yaitu gaya bermain yang ngotot, agresif, dan cukup liar. Hal itu membuat Nessi memberi julukan ‘Cholito’ atau ‘Cholo Kecil’ kepada Simeone.
Pada masa itu, Velez Sarsfield juga memiliki legenda yang menjadi representasi gaya bermain ala cholo yang ngotot dan berapi-api. Namanya Victorio Spinetto. Spinetto merupakan salah satu sosok penting dalam kancah sepak bola Argentina. Argentina sepanjang 1930-an sampai 1950an dikenal filosofi sepak bola artistik nan elegan yang disebut La Nuestra. Spinetto menjadi antitesis dari filosofi sepak bola tersebut.
Diego Simeone yang masih muda kala itu dianggap memiliki gaya bermain yang mirip dengan Spinetto yang juga berposisi sebagai gelandang tengah. Spinetto dikenal memiliki spirit Caudillo suatu istilah Argentina yang dapat diterjemahkan sebagai pemimpin atau pengatur. Suatu gaya permainan yang tak kenal kompromi, keras terhadap lawan, dan bahkan tak jarang berkelahi.
Akan tetapi, Simeone justru menyatakan bahwa gaya bermainnya terinspirasi oleh gelandang Brazil, Falcao, dan Lothar Matthaeus dari Jerman. Perbedaan lain antara Simeone dan Spinetto adalah Spinetto merupakan legenda satu klub (walaupun sempat bermain sebentar untuk klub lain), sementara Simeone adalah pemain petualang.
Simeone dikenal sebagai pemain petualang karena kegemarannya berpindah klub. Karir sepak bola nya dimulai di Velez Sarsfield (1987-1990). Setelah itu, Simeone memutuskan berpetualang ke Eropa dengan memperkuat Pisa (1990-1992). Setelah itu berturut-turut karir Simeone dijalani di sejumlah klub Eropa sebagai berikut: Sevilla (1992-1994), Atletico Madrid (1994-1997), Inter Milan (1997-1999), Lazio (1999-2003), dan terakhir kembali lagi ke Atletico Madrid (2003-2005). Setelah itu, Simeone memutuskan kembali ke negaranya asalnya memperkuat Racing Club dalam rentang 2005-2006 dan sekaligus mengakhiri karir disana.
Simeone mulai melatih Atletico Madrid pada tahun 2011 setelah sebelumnya sempat melatih klub lain di Argentina. Kala itu, Simeone datang ke markas Atletico Madrid menggantikan Gregorio Manzano yang dipecat setelah kalah dari Albacete di laga Copa del Rey. Atletico Madrid sedang berada dalam kondisi kacau balau saat itu. Posisi mereka di papan klasemen La Liga juga tergolong rawan sebab mereka hanya terpaut 4 poin saja dari tim yang berada di zona degradasi.
Kondisi yang sedemikian buruknya hingga membuat suporter Atletico Madrid sudah mulai kehilangan harapan. Mark Ellington yang merupakan wartawan sepak bola Reuters turut membuat artikel yang berisi sindiran terhadap kondisi yang dihadapi Atletico Madrid kala itu. Artikel yang berisi sindiran tajam tersebut berjudul “Daddy, why are we Atletico fans ?”.
Kondisi saat itu jelas menjadi tantangan yang berat bagi Simeone yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di Eropa sebagai seorang pelatih. Terlebih lagi, kala itu Barcelona masih merajalela dengan ‘Tiki-Taka’ nya dan Real Madrid juga masih merupakan klub yang bergelimang uang.
Namun kenyataan berkata berbeda. Simeone ternyata tidak terlalu peduli dengan semua kondisi yang ada di luar. Dia tetap fokus pada tugasnya sebagai pelatih Atletico Madrid. Hal itu terbukti dengan dibawanya Atletico bertengger di posisi 3 klasemen La Liga dan keberhasilan diraihnya Piala Liga Europa setelah mengalahkan Athletic Bilbao dengan skor 3-0 di Bucharest. Semua itu diraih hanya dalam rentang waktu lima bulan sejak Simeone mulai melatih.
Nah, selama melatih Atletico Madrid, Simeone menularkan spirit Cholismo kepada seluruh anggota tim Atletico. Prinsip Cholismo sebenarnya sederhana saja yaitu bertahan, bermain agresif, dan melakukan serangan balik cepat nan efektif. Walaupun elemen dari prinsip Cholismo cukup sederhana dan cenderung dianggap klise khususnya bagi tim kelas dua yang tak punya pemain dengan kualitas individu yang special seperti Atletico, prinsip tersebut mampu dijalankan dengan sempurna oleh seluruh pemain Atletico. Tak banyak tim yang mampu mewujudkan seluruh elemen prinsip Cholismo sebaik yang mampu dilakukan Atletico Madrid dibawah bimbingan Simeone.
Prinsip Cholismo yang Simeone tularkan ke seluruh pemain Atletico bahkan mendapatkan pujian dari salah satu pelatih legendaris dunia, Giovanni Trapattoni. Mr. Trap, julukan Trapattoni, memuji dan secara terus terang menganggap bahwa Prinsip Cholismo yang Simeone tularkan cenderung Machiavellian dan dianggapnya lebih menarik untuk ditonton daripada ‘Tiki-Taka’ sekalipun.
Kepada AS salah satu surat kabar di Spanyol, Mr. Trap, mengatakan, “Saya lebih suka Simeone, dan saya kira dia tidak akan tersinggung jika saya mengatakan bahwa karakternya mirip dengan saya. Tim saya memiliki filosofi yang sama. Saya tak akan menyebutkan nama. Tapi ada beberapa tim yang memainkan bola dari kaki ke kaki selama setengah jam tanpa pernah sekalipun menendang bola ke gawang, itu membuatku tertidur !”. Mr. Trap juga menambahkan, “Saya jelas memilih gaya Simeone ribuan kali. Dengan intensitas permainan yang disuguhkan, ia selalu menyajikan tontonan yang mendebarkan. Menyebut timnya bermain buruk adalah kebohongan besar.”
Melawan tim kuat, Atletico tidak akan berusaha mengejar penguasaan bola dan lebih berkonsentrasi untuk menjaga ruang. Mereka juga akan berusaha untuk secepat mungkin merebut bola. Ketika bola berhasil direbut, secara kompak mereka akan segera merangsek ke arah gawang lawan dan berusaha maksimal untuk mencetak gol. Kunci utama dari taktik yang Simeone terapkan berdasarkan Prinsip Cholismo adalah kekompakan. Khususnya kekompakan dalam bertahan. Simeone selalu memberikan instruksi agar setiap pemain dalam timnya tidak bertahan terlalu dalam dan berusaha secara agresif dan secepat mungkin merebut bola.
Untuk mendukung taktik yang diterapkannya berdasarkan Prinsip Cholismo, Simeone kerap menggunakan skema permainan 4-4-2 narrow. Dengan taktik itu, setiap pemain yang ada diwajibkan untuk melapis rekannya, baik dalam bertahan maupun menyerang. Dengan skema itu pula, setiap pemain diharapkan mampu menutup ruang gerak pemain lawan dengan sangat baik.
Dengan menggunakan dasar Prinsip Cholismo strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone, selama memimpin Atletico Madrid, Simeone telah mampu menyumbangkan sejumlah gelar bergengsi diantaranya 1 gelar La Liga, 1 Copa del Rey, 1 Piala Super Copa, 3 gelar Liga Europa, 1 Piala Super Eropa. Selain itu, Simeone juga sempat dua kali membawa Atletico ke laga puncak Liga Champions Eropa. Namun sayangnya pada kedua laga tersebut Atletic Madrid selalu dikalahkan oleh lawan yang sama yaitu rival sekotanya Real Madrid.
Nah itulah ulasan seputar Prinsip Cholismo strategi permainan sepak bola efektif ala Diego Simeone. Berkat Prinsip Cholismo pula Simeone menjadi pelatih yang cukup disegani di Eropa dan bahkan sempat diperebutkan oleh beberapa klub. Namun sampai sejauh ini Simeone tetap bertahan dan setia bersama Atletico Madrid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar